Jangan Malas Ajak Anak Bergerak | PT Equityworld

Menurut data dari Riskesdas 2013 menjelaskan prevalensi obesitas pada anak yang disertai dengan komorbiditas erat kaitannya dengan kejadian obesitas pada orang tua.

PT Equityworld

Kelebihan berat badan dan obesitas menjadi masalah kesehatan global. Setelah dianggap menjadi masalah negara berpenghasilan tinggi, prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas kini meningkat di negara – negara berpenghasilan rendah dan menengah, kususnya di daerah perkotaan.

“Kita harus bantu anak untuk bergerak. Kita pacu anak bergerak sebanyak – banyaknya. Anak tidak mungkin bergerak jika orangtuanya hanya diam saja. Model orangtua, model pengasuhnya juga sangat berperan penting dalam hal ini,” kata Rita Ramayulis saat ditemui di acara Hari Obesitas Sedunia di kantor Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, Senin (31/10/2016).

Mengajak anak untuk bergerak adalah salah satu cara mengatasi masalah obesitas. Ini sangat penting dilakukan agar tubuh anak tidak mengalami metabolisme yang buruk.

Obesitas memberikan dampak buruk terhadap tumbuh kembang anak terutama dalam aspek organik dan psikososial. Obesitas pada anak berisiko tinggi menjadi obesitas pada masa dewasa dan berpotensi mengalami berbagai penyebab penyakit dan kematian.

Angka kejadian obesitas di dunia meningkat lebih dari dua kali lipat sejak tahun 1980.Pada tahun 2014, terdapat sebanyak 41 juta anak mengalami berat badan berlebih dan obesitas. Sementara itu, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan, ada sebanyak 18,8 persen anak usia 5 – 12 tahun mengalami kelebihan berat. Kemudian sekitar 10, 8 persen menderita obesitas.

Untuk mengatasi masalah obesitas pada anak, orangtua sangat berperan penting. Karena itu, menurut Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes pengurus dewan pimpinan pusat persatuan ahli gizi menjelaskan orangtua harus menjadi role model atau sosok yang bisa mencotohkan kebiasaan olahraga pada anak.

“Jadi, orangtua hanya memerintahkan anak untuk olahraga tetapi orangtua tua tidak mencontohkan. Mulailah dengan melakukan hal kecil. Misalnya ajak anak bergerak setelah dia makan,” tambahnya.

Masih menurutnya, kesalah yang ada selama ini adalah karena orangtua tidak mencontohkan dengan baik pada anaknya. Dia menambahkan, orangtua tidak menjadi role model yang baik bagi anaknya.

93 Persen Anak Indonesia Tidak Suka Sayur, Ancaman Obesitas Makin Serius | PT Equityworld

Secara umum, angka obesitas di Indonesia mengalami peningkatan dari 11,7 persen pada 2010 menjadi 15,4 persen pada 2013. Organisasi kesehatan dunia WHO memperkirakan angkanya akan menjadi 50 persen pada 2050.

PT Equityworld

“Di dalam makanan, serat akan menurunkan indeks glikemik. Efeknya pada kerja insulin, sehingga menunda rasa lapar,” kata Rita dalam temu media tentang obesitas.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan bahwa sayur dan buah tidak disukai anak-anak Indonesia. Kondisi ini dinilai punya kontribusi terhadap meningkatnya angka obesitas pada anak.

Rendahnya konsumsi sayur dan buah, menurut nutrisionis Rita Ramayulis sangat besar kontribusinya pada risiko obesitas. Salah satu alasannya adalah, sayur dan buah merupakan sumber serat yang penting untuk mengontrol nafsu makan serta fungsi metabolisme.

Serat dalam sayur dan buah juga membuat volume makanan di dalam perut meningkat, sehingga semakin menunda rasa lapar. Selain itu, kandungan vitamin dan mineral pada sayur dan buah juga berpengaruh pada kerja hormon leptin, hormon yang berperan mengirim sinyal lapar dan kenyang ke otak.

“Sebanyak 93,5 persen penduduk usia kurang dari 10 tahun kurang mengonsumsi buah dan sayur,” kata dr Lily S Sulistyowati, MM, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, baru-baru ini.

“Aktivitas hormon leptin berkurang ketika seseorang mengalami defisiensi vitamin dan mineral,” jelas Rita.

PT Equityworld

Leave a comment